11.02.2012

10 Nopember Tak Lepas dari Resolusi Jihad NU

Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan, tidak terlepas dari Resolusi Jihad yang dirintis oleh para ulama pada 22 Oktober 1945.

Saat itu, Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU), almarhum KH Hasyim Asy’ari bersama para kiai besar NU lainnya menyerukan jihad fi sabilillah mempertahankan NKRI.

"Itu yang kita dengar dari keluarga besar Nahdliyin, proses itu tak lepas dari peran kiai," kata Ketua Panitia Kirab Resolusi Jihad Imam Nahrowi saat dihubungi okezone, Sabtu (12/11/2011) malam.

Dia menyayangkan Resolusi Jihad tersebut tak ikut tercatat dalam sejarah. Padahal, kata Imam, para ulama NU pada saat itu terlibat langsung berjuang dalam mempertahankan NKRI. 

"Dalam fakta sejarah, ulama NU enggak kelihatan, kita enggak tahu kenapa hal itu terjadi, entah apa karena ada unsur politisnya. Tapi nyatanya itu tidak ada di buku sekolah. Padahal kiai itu berperan dalam mengusir penjajah walaupun tidak termaktub dalam buku sejarah" papar Imam.

Sekadar diketahui, Resolusi Jihad itu berisikan beberapa seruan, antara lain pertama, seluruh umat Islam wajib hukumnya untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan NKRI dari tangan penjajah Belanda beserta sekutunya.

Kedua, memohon dengan sangat kepada pemerintah RI agar menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan, agama, dan negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya.

Ketiga, supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat sabilillah untuk tegaknya NKRI merdeka dan agama Islam.

sumber : http://news.okezone.com/read/2011/11/13/338/528666/peristiwa-10-november-tak-lepas-dari-resolusi-jihad
Baca Selengkapnya...

1.16.2012

Sistimatika Ta'limul Muta'alim

Kitab kecil yang terdiri dari tiga belas fasal itu, separonya bersifat umum, membicarakan bagaimana seharusnya orang sebagai makhluk hidup mengarungi kehidupan.
Seperti lazimnya kitab kecil yang berbobot keilmuan, fasal awal mencoba memberi batasan terhadap apa saja yang berkaitan dengan isi kitab.
Tentang ilmu, keutaman-keutamaannya, bagian-bagiannya dan cara yang seharusnya untu menghasilkan ilmu itu. Karena mencari ilmu itu ibadah, niat tholabul ilmi yang faridhotun itu tidak boleh ditinggalkan. Tentu saja yang dilakukan tholib agar mendapatkan pahala disamping dimaksudkan pula untuk memicu dan memacu semangat pencarian, menangkal pembiasaan, menjaga koinsistensi, menuntun keberhasilan dan tujuan ritualistik yang lain. Dari sinilah seharusnya kandungan kitab TMT didekati sehingga tuduhan kurang menyenangkan atas TMT dihindari. Melakukan niat tholabil ilmi ini diurai pada fasal dua, anniyah fi haalit ta'allumi.
Pada fasal ketiga dikemukakan perlunya selektif dalam memilih ilmu, guru dan teman bermusyawarah sebelum terjun kedalam kancah ta'allum. Pada fasal ini muncul keharusan menjaga terus minat ta'allum, konsistensi dan tabah dalam tekun terhadap ilmu yang dipelajari dan dialami. Karena memang ilmu yang dipelajari, guru yang mengajar,dan teman yang bersamanya mandalami ilmu itu, dipilihnya sendiri secara selektif itu tadi.
Fasal berikutnya yang membuat pakar ilmu masa kini seolah-olah kebakaran jenggot, adalah tentang kewajiban ta'dhim terhadap ilmu itu sendiri dan ahli ilmu.
Fasal keenam adalah tentang bagaimana seharusnya mencari ilmu berbuat. Dia harus sungguh-sungguh dan disiplin. Kesungguhannya itu menopang diatas cita-cita yang luhur.
Memulai (starting) terjun, memperkirakan kemampuan dan tertib belajar sesuai dengan kondisi diri dan ihwal ilmu yang diterjuni adalah bahasan fasal ketujuh.
Tawakkal, kapan seyogyanya tholibul ilmi, berusaha menghasilkan, ramah dan setia terhadap cita-cita, tidak melewatkan waktunya dan istifadah (membuat catatan-catatan baik dalam tulisan maupun benak), waro' (menjaga makanan dan perbuatan yang dilarang untuk tidak disantap atau dilakukan), apa saja yang membuat orang mudah menghafal dan yang mudah membuat orang gampang lupa dan yang terakhir adalah tentang amalan dan bacaan yang membuat pelakunya tercurahi rizqi Allah. Itu semua adalah pasal kedelapan sampai ketigabelas.
Asas manfaat yang mendasari keibadahan tholabil 'ilmi sebagai pendekatan. Pada awal coret-coret ini, saya mengemukakan bahwa ilmu nafi' yang muntafa' bih adalah anugerah dari Allah yang "allamal insaana maa lam ya' lam". Manfaat dan guna yang didapat oleh orang yang memperoleh keuntungan dari ilmu itu, tidak hanya didunia ini saja, namun juga akhiratnya. Karena itu untuk menghasilkan ilmu yang bermanfaat, tidak hanya menghajatkan peranan dari pencari ilmu itu sendiri. Peranan Allah dan peranan perantara guru dimana orang berhasil mandapatkan ilmu, sama sekali tidak bisa dipisahkan. Hal-hal (baca: a'mal) yang melibatkan Allah SWT. Demi perkenan-Nya, ridho-Nya, kita menyebutnya ibadah.
Ibadah sebagaimana amal-amal lain, ada permulaannya, prosesnya dan akhirnya. Masing-masing menghajatkan pada pemenuhan aturan main yang telah ditetapkan agar yang dilakukannya tidak sia-sia dan sah adanya. Apalagi amal ibadah yang bernama tholabil ilmi menempati peringkat diatas qiyamil lail dan puasa sunnah, mengapa? Ya, karena ilmu itulah yang mengantar orang terhormat dan mulia disisi Allah oleh karena ketakwaan, "Inna akromakum 'indallohi atqaakum". Ilmu adalah wasilah untuk takwa dan takwa adalah wasilah mulia 'indallah. Yang mulia 'indalloh tentu mulia 'nda siwahu min kholqihi.
Ilmu yang menjadi washilah kepada takwa itulah yang dapat disebut sebagai ilmu nafi' wa muntafa' bih (ilmu yang bermanfaat).
Berangkat dari sini, kiranya tidak berlebihan manakala kita pertama-tama harus mampu menempatkan kedudukan ilmu sedemikian rupa, sehingga ghoyatun nafi' dan intifa' dapat dicapai oleh tholib. Dan pada tempatnya pula dia bersikap ta'dhim terhadap apa dan siapa yang diharapkannya akan memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada dirinya, dunia dan akhirat. Kendatipun dia secara filsofis terpaksa menentukan klasifikasi ta'd'him itu. Tergantung pada siapa dia harus berlaku ta'dhim.
Memang pada dasarnya sifat batin adalah sifat bathini, karenanya tidak transparan. Tampilannya bisa beberapa bentuk sesuai dangan keadaan. Keadaan mu'adhdhim dan mu'adhdhom itu sendiri, latar belakang keduanya dan seterusnya.
SUMBER : KONSEP PENDIDIKAN DALAM  KITAB "TA'LIM MUTA'ALIM" DAN RELEVANSINYA  DENGAN DUNIA PENDIDIKAN DEWASA INI oleh : KH. M. Kholil Bisri
Baca Selengkapnya...
 

Kunjungan

Aktifitas

Uzy Ibni Muhammad Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template