8.15.2021

KEMERDEKAAN


Kemerdekaan
berasal dari kata merdeka yang artinya bebas atau terbebas dari belenggu. Dalam bahasa Arab disebut hurriyah atau istiqlal. Kata Istiqlal menjadi begitu populer di Indonesia seteleh Presiden Soekarno dengan usulan Menteri Agama KH. Wahid Hasyim menggunakannya untuk nama Masjid Nasional yang sengaja dibangun sebagai monumen kemerdekaan Indonesia, Masjid Istiqlal, Masjid Kemerdekaan. Dalam Islam, nilai esensial kemerdekaan terkait erat dengan kemartabatan manusia yang ditentukan oleh dua hal : Iman dan amal sholeh, keduanya mempersyaratkan adanya kemerdekaan. Pertama Iman, tidak ada iman yang pernah hadir dalam keterpaksaan. Al-Qur’an menegaskan hal itu, antara lain

 وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ 

dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?

 لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيّ 

tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. 

Kedua Amal, baik berupa ucapan atau perbuatan. Amal bisa bernilai baik atau buruk jika muncul dari kemerdekaan memilih (ghoir mukroh) yang ditegaskan dalam niat. Amal yang lahir dari keterpaksaan tidak bernilai apa-apa. Rasululloh SAW, menegaskan : Sesungguhnya setiap amal tergantung dari niat, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Prinsip kemerdekaan juga sejalan dengan konsep fiqih bahwa kemerdekaan merupakan syarat taklif (yaitu memikul perintah/larangan). Seperti diketahui, inti pesan Islam baik dalam Al-qur’an atau Hadits adalah taklif untuk berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan, berbuat yang terpuji dan membuang yang tercela. Maka secara implisit, Islam menghendaki setiap manusia dalam keadaan merdeka untuk memilih, bukan sebagai mukroh, terbelenggu, berada dalam ancaman atau tekanan pihak lain. Kemerdekaan adalah salah satu syarat mutlak bagi keberadaan manusia sebagai Al-Mukallaf (pemikul perintah dan larangan moral dari Allah SWT). Tanpa mandat ini (sekaligus dengan kemerdekaannya), maka manusia hanya setara dengan binatang. Maka salah satu amal sholeh dengan keutamaan tinggi adalah memberikan kemerdekaan manusia yang terjajah, tertindas dalam belenggu oleh kemauan pihak lain :

 وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الْعَقَبَةُ, فَكُّ رَقَبَةٍۙ, اَوْ اِطْعَامٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍۙ, يَّتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍۙ, اَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍۗ 

tahukah kamu Apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi Makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. 

Sementara itu, manusia bukanlah semata-mata makhluk individual melainkan juga makhluk sosial. Artinya, kemerdekaan manusia individu tanpa kemerdekaan kolektifnya sebagai komunitas atau bangsa akan sangat rapuh dan bisa kehilangan signifikansinya. Kemerdekaan suatu bangsa mutlak bagi kemerdekaan manusia individu-individunya. Semoga kita semua menjadi orang-orang merdeka yang senantiasa men-tauhidkankan Allah SWT, dengan semangat kemerdekaan, marilah kita mensyukuri kemerdekaan ini dengan mempertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlaq yang luhur dan nilai-nilai Islam yang tinggi, hanya dengan itu, kita bisa meraih kejayaan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan Allah SWT berkenan meneruskan sejarah bangsa ini sehingga bangsa ini akan menjadi sebuah “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafuur“ sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah Allah SWT dan dalam waktu yang bersamaan juga meraih kesejahteraan dan kedamaian selama-lamanya. Amin

Baca Selengkapnya...

8.03.2021

PROKES HATI DAN AKAL FIKIRAN


Keputusan Pemerintah dari PSBB sampai PPKM serta keputusan untuk mentaati Protokol Kesehatan 5M 1) Memakai Masker, 2) Mencuci Tangan, 3) Menjaga Jarak, 4) Menjauhi Kerumunan dan 5) Membatasi Mobilitas dan Interaksi, bahkan program vaksinasi terus dilaksanakan, menunjukkan masih menjadi warning dan perhatian kita bersama dalam rangka tetap menjaga dan memutus mata rantai penularan virus Corona. Bagi kita, ummat yang beriman, yang meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, selayaknya meyakini bahwa kesehatan itu tidak hanya sehat jasmani saja, akan tetapi hati, jiwa serta akal pikiran pun harus terbebas dari nuktah, kotoran, dan penyakit yang akan menggerogoti kesehatan manusia. Untuk itu, sudah seharusnya, kita pun menerapkan Protokol Kesehatan hati, jiwa dan akal fikiran. Ada 3 indikator utama yang menjadikan hati yang bersih, kesucian jiwa dan akal fikiran, yaitu :

Pertama : Berwudlu, Nabi bersabda :

 إِنَّ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ هِيَ الْغُرُّ الْمُحَجَّلُونَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ 

Sesungguhnya umatku pada hari Kiamat adalah al-ghurr al-muhajjalun karena bekasnya wudhu. Siapa saja yang mampu memanjangkan ghurr-nya maka lakukanlah! (HR. Ahmad). Para ulama mendefinisikan al-ghurr al-muhajjalun adalah cahaya putih pada bagian kening, tangan dan kaki yang biasa dibasuh saat berwudlu. Menurut Ulama hadits, hikmah dari hadits tersebut, bahwa berwudlu, badan menjadi sehat terbebas dari penyakit, bersihnya akal fikiran serta mampu menaikkan derajat, dikarenakan ada pacaran sinar cahaya Al-ghurr Al-Muhajjalun. Untuk itu seorang mukmin agar selalu membiasakan berwudlu dalam segala aktifitas sehari-hari, akan tidur pun nabi menganjurkan agar berwudlu. Kebersihan anggota badan sudah sejak lama menjadi ajaran Islam, tidak sekedar mencuci tangan yang bersih, akan tetapi menggapai kesucian diri. 

Kedua, Mengunci Lisan

Penggunaan masker sebagai alat penutup mulut menurut kedokteran menyebutkan bahwa fungsinya untuk memblokade partikel sarat virus yang dipancarkan dari mulut, terlebih ketika dalam situasi pandemi saat ini. Akan tetapi ada lagi partikel yang lebih berbahaya mengancam keselamatan kehidupan manusia, yaitu partikel lisan yang dipancarkan oleh mulut pula, Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan kita tentang bahayanya lisan, dalam hadits dikatakan 

 إذا أصبح ابنُ آدمَ ؛ فإنَّ الأعضاءَ كلَّها تكفِّر اللسانَ، فتقول : اتقِ اللهَ فينا ؛ فإنما نحن بك ؛ فإن استقمت استقمْنا وإنِ اعوججتَ اعوججنا 

Jika manusia berada di waktu pagi, maka semua anggota tubuhya selalu memperingatkan lisan. Mereka berkata, “ Wahai lisan, bertakwalah kepada Allah dalam urusan kami karena sesungguhnya keselamatan kami tergantung pada dirimu, Jika kamu bersikap lurus, maka kami pun akan lurus. Namun jika engkau menyimpang, maka kamipun akan menyimpang.” Dalam hadist lain disebutkan

 سلامة الإنسان في حفظ اللسان

Keselamatan, kesejahteraan, serta kedamaian manusia tergantung sampai sejauh mana menjaga dan mengunci lisan kita dari segala ucapan, kata dan kalimat yang kita rangkai. Lisan sangatlah ringan berbuat, ia bisa begitu mudah untuk digerakkan namun begitu sulit untuk dikendalikan. bahaya lisan sangatlah besar dibanding anggota tubuh lainnya. Perbuatan dosa yang merajalela, kadang terjadi tanpa disadari, disebabkan perbuatan lisan. Seperti ghibah, hasud, dengki, namimah, terlebih di zaman digitalisasi saat ini, media elektronik ataupun media sosial kerap kali mempublish ujaran kebencian, cacian, fitnah, berita bohong ataupun semacamnya yang beredar di dunia maya. Begitu mudahnya hal-hal demikian keluar dari seseorang, seakan kita lupa bahwa setiap apa yang kita perbuat pasti dicatat oleh malaikat dan akan membahayakan manusia seluruhnya. Maka, kita tidak cukup sekedar masker penutup mulut, lisan pun harus kita tutup, kita kunci dengan masker keimanan dan ketaqwaan. 

Ketiga, Menjaga Jarak Amaliah. 

Amaliah yang berarti perbuatan merupakan perwujudan dari suatu tindakan dan perilaku. Menjaga jarak yang pertama; Menjaga jarak dari perbuatan apa? Yaitu, menjaga jarak dari tindakan yang tidak baik dan tidak benar. Menjaga jarak dari perbuatan fakhsya` dan munkar. Menjaga jarak dari pribadi yang jahat dan menyengsarakan orang lain. Yang kedua menjaga jarak dari perbuatan siapa? Kita sering dengar syair pujian : Tombo Ati yang kelima adalah “wong kang sholeh kumpulono”; (berkumpullah bersama orang sholeh), ini membuktikan bahwa islam secara konsisten mengajarkan tentang siapa yang perlu dan layak dijadikan teman, sahabat, sampai pada memilih Guru, Ustadz atau Kyai. Yang ketiga, menjaga jarak dari tempat apa? Setiap aktifitas, kita dituntut untuk belajar, bekerja, dan beribadah ikhlas, Mobilitas yang kita tempuh selama ini, apakah hanya menuju tempat kerja, berwisata, atau pergi belanja, seperti apa ketika kita menuju ke masjid, sholat berjamaah, bermunajat, serta mengekspresikan Harapan dan Takut kepada Allah, dan mencurahkan Kecintaan dan Kerinduan kepada Allah SWT., seberapa lama, waktu kita dalam ruang majlis ilmu, menimba ilmu, berjumpa dengan seorang ulama sebagai pewaris Nabi. Ataukah mobilitasnya menuju tempat kemaksiatan, kemunkaran, dan kemunafikan. Untuk itulah segala aktifitas perbuatan, selayaknya kita ukur, kita takar, kita timbang, sehingga perbuatan itu tidak menyimpang dari ajaran Islam, sesuai dengan batas-batas syari’at dan tentunya pula perbuatan tersebut disertai dengan kualitas ketulusan, kualitas kekhusyuan, juga kualitas kesucian.

Dengan demikian, saatnya kita melakukan protokol kesehatan yang paripurna, kita tunaikan prokes 5M, sekaligus tunaikan pula prokes Membiasakan Berwudlu, Mengunci Lisan, dan Menjaga Jarak Amaliyah. Insya Allah, setelah itu akan sampai kepada empat keadaan, yaitu : pertama, Qolbun Salim; hati yang bersih dari penyakit hati, kedua, Aqlun Salim; fikiran yang sempurna, ketiga Jismun salim; jasad, tubuh yang sehat, keempat, Fahmun Salim, menghasilkan ilmu yang manfaat dan membangun peradaban manusia. Dengan begitu, dalam kehidupan ini, kita menjadi bersih, tubuh kita sehat dan kuat, menjalani akhlak mulia, dan menggapai ridha Allah SWT.

Baca Selengkapnya...
 

Kunjungan

Aktifitas

Uzy Ibni Muhammad Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template