Perhatian banyak orang terhadap artis yang masuk dunia politik semakin menjadi-jadi ketika penyanyi dan pesinetron Yulia Rahmawati, yang akrab dipanggil Julia Perez atau Keke atau Jupe, memutuskan maju dalam pemilihan kepada daerah Kabupaten Pacitan, Desember 2010. Pacitan adalah tanah kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Coba kita lihat sedikit kegiatan Jupe di Pacitan. Sebelumnya, perlu juga melihat para artis lain ketika mereka berusaha masuk ke dunia politik lewat lembaga legislatif atau DPR. Tanggal 26 Agustus sampai 12 Oktober 2008, lembaga riset Charta Politika yang didirikan pengamat politik Bima Arya Sugiarto mengadakan pelatihan untuk para artis yang jadi calon legislatif di Kebayoran Baru, Jakarta.
Para artis itu, antara lain, adalah Mandra, Ikang Fawzi, Adrian Maulana, Ita Mustafa, Wulan Guritno, Maylaffayza, dan Henidar Amroe.
Bima Arya, doktor bidang Ilmu Filsafat Politik lulusan Australian National University, Canberra, Australia, tahun 2006, banyak bersaksi tentang gerak-gerik para artis ini selama pelatihan. ”Mandra sangat serius dan betul-betul belajar dari para pelatihnya,” ujar Bima Arya.
Menyaksikan Mandra sedang mendengarkan uraian politik dengan wajah serius? Coba bayangkan itu.
Ikang Fawzi, kata Bima, sering membantu rekan-rekan artis lainnya yang kesulitan memahami uraian dari pelatih. ”Pokoknya mereka ini sangat kompak dan saling menolong. Mereka punya keinginan sama, ingin memperlihatkan kepada masyarakat, artis pun mampu jadi wakil atau pemimpin di bidang politik dan bernegara,” ujar Bima.
Namun, ada seorang artis yang sempat bertanya, ”Kantor DPR itu di mana?” Ketika dijawab di Senayan, sang artis sempat berujar, ”Oh, kirain di Kebon Sirih.”
Ada pula artis yang berjanji kepada pelatihnya untuk menjaga citra dan penampilan publiknya. Beberapa jam setelah berjanji, muncul berita artis bersangkutan memukul orang di sebuah tempat parkir di Jakarta.
Menurut penelitian dari Charta Politika, April 2010, para artis di DPR yang banyak diliput media massa karena melakukan fungsinya sebagai anggota DPR, antara lain, adalah Nurul Arifin (Partai Golkar) serta Rieke Diah Pitaloka dan Dedy Suwandi Gumelar atau Miing (PDI Perjuangan).
Dalam tayangan sinetron, Rieke Diah Pitaloka tampil sebagai tokoh ”jenaka yang lugu”, tetapi sebagai anggota DPR dia orang sangat serius. Dia disiplin terhadap bidang yang dia geluti. Ketika ditanya tentang soal penampilan para artis di DPR dan lembaga eksekutif, Rieke mengatakan, ”Maaf, kalau soal itu, saya tidak bisa.”
”Kalau soal sistem jaminan sosial atau soal MOU Indonesia-Malaysia saya bersedia, sesuai wilayah politik saya di Komisi IX,” ujar Rieke yang tinggal di wilayah Kukusan, Depok, Jawa Barat. Rieke yang pernah menjadi aktivis demokrasi juga rajin menulis artikel di berbagai surat kabar.
Nurul Arifin—yang sering difungsikan sebagai juru kampanye untuk para calon bupati atau wali kota dari Partai Golkar di berbagai tempat di Indonesia—sering menyatakan keprihatinannya tentang kritik yang disampaikan kepada artis di DPR. ”Cukup parah kritik terhadap para artis yang duduk di DPR. Beberapa di antara mereka tidak pernah memberikan hasil pikirannya atau tidak pernah bicara dalam rapat komisi sampai hari ini. Kesalahan terbesar dalam soal ini ada di partai politik. Ini menyangkut soal perekrutannya. Jadi, kesalahan bukan hanya di artisnya,” tutur Nurul.
Jupe lahir di Jakarta, 15 Juli 1980. Bapaknya orang Betawi, sedangkan ibunya berdarah campuran Madiun-Garut. Sabtu 24 April 2010, Jupe melakukan perjalanan darat dari Solo (Jawa Tengah) ke Pacitan. Ini merupakan kali pertama Jupe menginjakkan kaki di wilayah barat Jawa Timur itu.
Menurut Ketua DPC Partai Hanura Pacitan Sutikno, Julia Perez dan rombongan sengaja memilih rute penerbangan Jakarta-Solo dibandingkan dengan Jakarta-Surabaya karena lebih dekat mencapai Pacitan. Kedatangan Jupe ke Pacitan terkait erat dengan rencana pencalonan dirinya sebagai bakal calon wakil bupati periode 2010-2015. Proses pencalonan Jupe saat ini masih tahap penjaringan di tingkat partai politik pengusung, yakni Partai Hanura.
Dengan pengawalan mobil patroli polisi, Jupe mendatangi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fattah di Desa Kikil, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan. Lokasinya sekitar 20 kilometer dari alun-alun Pacitan.
Jupe mengenakan kerudung warna hitam dipadu dengan blus lengan panjang abu-abu dan celana ketat memanjang di bawah lutut. Sepatunya hak tinggi, kesukaan Jupe. Ia disambut ratusan santriwati. Tampak ratusan penduduk sekitar menonton dari kejauhan.
Di pesantren ini, Jupe bertemu dengan KH Mohamad Burhanudin, pengasuh Ponpes Al Fattah. Burhanudin mengatakan, Jupe menguasai bahasa Perancis, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda. ”Mudah-mudahan nanti karena masuk pesantren, bisa bahasa Arab,” ujarnya.
Jupe mengatakan, sebelumnya ia pernah belajar bahasa Arab dan lulusan pesantren.
Setelah berdialog dengan para santriwati dan mengucapkan beberapa kalimat dalam tiga bahasa yang dikuasainya, Jupe menemui Bupati Pacitan Sujono. Tentang Pacitan, Jupe mengatakan, pantainya indah, memiliki ombak luar biasa, sangat layak untuk bermain selancar dan berjanji mempromosikan ke luar negeri.
Ada lagi cerita tentang Ratih Sanggarwati asal Ngawi, Jawa Timur. Peragawati kondang tahun 1980-an ini belum berhasil menduduki kursi DPR (Pemilu 2009) dan kursi bupati Ngawi (Pilkada 12 Mei 2010). Dia adalah calon bupati Ngawi terkaya dengan harta kekayaan Rp 5,3 miliar. ”Ya, habis uang saya, tetapi enggak apa-apa. Itu bisa dicari,” ujarnya.
Penuh cita-cita di dalam dirinya, Ratih antara lain ingin membuat banyak orang Ngawi tidak miskin dan memberantas korupsi. Untuk jadi PNS, harus bayar Rp 100 juta-Rp 150 juta.
”Daripada tidak mencoba, saya akan menyesal selama 20 tahun. Dalam peperangan, mati hanya satu kali; dalam perjuangan politik, mati bisa berkali-kali,” kata Ratih Sanggarwati.
Ratih tampaknya memang pantang menyerah. Siapa takut?
(OSD/NIK/JOS/NMP)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasinya