Dari: endaryono612
Topik: [forumgangga] Senyum ya....!!
Kepada: forumgangga@ yahoogroups. com h_fiedho@yahoo.com
Tanggal: Senin, 10 November, 2008, 11:27 PM
Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni
Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana.
Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.
Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan
setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling."
Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan memberikan senyumnya
kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi
mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di
depan kelas.
Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu
tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.
Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak
bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke
restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya
sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian,
saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil
mencari tempat duduk yang masih kosong.
Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak
setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang
yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.
Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat
mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya
membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat
di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!
Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.
Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang
lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang
"tersenyum" ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya
tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya,
seolah ia meminta agar saya dapat menerima `kehadirannya' di tempat itu.
Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.
Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh
saya `tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang
memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.
Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya
merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian
itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja
sudah sampai di depan counter.
Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin
saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.
Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona."
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh
mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di
dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli
sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.
Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat
terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka
mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang
hampir semuanya sedang mengamati mereka…
Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua
mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga
melihat semua `tindakan' saya.
Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk
ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum
dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam
nampan terpisah.
Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang
ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke
meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan
lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih
kedua lelaki itu untuk beristirahat.
Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan
meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki
bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan
untuk kalian berdua."
Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai
basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak,
nyonya." Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk
bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk
kalian,Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu
ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."
Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan
memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu.
Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan
meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang
tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya
mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang
saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang
pasti, untuk memberikan `keteduhan' bagi diriku dan anak2ku!"
Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2
bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena `bisikanNYA' lah kami
telah mampu memanfaatkan `kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi
orang lain yang sedang sangat membutuhkan.
Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan
meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka
satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin `berjabat
tangan' dengan kami.
Salah satu di antaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan
berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami
semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan
olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi
kepada kami." Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum.
Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke
arah kedua lelaki itu, dan seolah ada `magnit' yang menghubungkan
bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum,
lalu melambai2kan tangannya ke arah kami.
Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya
lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 `tindakan'
yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan
kepada saya betapa `kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH
sekali! Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan
`cerita' ini di tangan saya.
Saya menyerahkan `paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya,
sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas,
ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu
ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.
Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk
membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan
dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.
Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan
ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah
ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga
para siswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya di antaranya
datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.
Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup
ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di akhir
paper saya. "Tersenyumlah dengan `HATImu', dan kau akan mengetahui
betapa `dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."
Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah `menggunakan' diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku,
dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai
mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah
saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."
Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi
oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan
memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana
cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG
KITA MILIKI, dan bukannya
MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!
Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda,
teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada `malaikat'
yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita
ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun)
bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!
Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari
kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan
JEJAK di dalam hatimu. Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan
nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu!
Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang
kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang
kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan
memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak
melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus
BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya..
Orang-orang muda yang `cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi
orang-orang tua yang `cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari
PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk
bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri.
Tersenyumlah
^_^
Baca Selengkapnya...