5.24.2010

Menghargai Atau Dihargai

Selamat atas terpiihnya siswa the best of MAN Tambakberas 24 Mei 2010

Lebih penting mana, menghargai atau dihargai? Memberikan apresiasi atau diapresiasi? Pertanyaan tersebut kerap kali mampir dan menggugah egosentrisme semua orang, sehingga pertanyaan tersebut cukup mampu memberikan “PR” pada diri kita. Bahkan, pertanyaan ini terkadang tidak begitu diperhitungkan sama sekali oleh masing-masing kita, sehingga tiap tindakan yang kita lakukan menjadi nihil atas nilai pengakuan pada eksistensi “the others”.


Menghargai adalah upaya memahami keberhasilan orang lain yang didasarkan pada penilaian obyektif atas prestasi tersebut. Menghargai itu memerlukan kedewasaan pemikiran yang kemudian mengantarkan pelakunya pada sikap obyektif tanpa kepentingan subyektif-personal atas sebuah prestasi. Memahami keberhasilan orang lain menuntut pengetahuan kita akan konteks dimana keberhasilan tersebut muncul dan menunjukkan kualitasnya.

Kepicikan akan muncul di benak masing-masing diri kita ketika sebuah prestasi dilihat dan dipahami secara parsial, tidak memiliki latar belakang, proses, dan lebih picik lagi ketika keberhasilan dianggap sama pada tiap ruang dan waktu. Artinya, apapun bentuk prestasi yang ditorehkan seseorang, kita anggap tidak lebih baik dibanding prestasi-prestasi lain, atau bahkan tidak lebih bermutu dari prestasi yang telah kita klaim sebagai “milik” kita. Inilah yang disebut dengan cara pandang ahistoris.

Memahami sebuah prestasi orang lain, berarti juga berupaya untuk mengetahui posisi dan eksistensi orang yang akan kita pahami. Disinilah persoalan mendasar muncul dan kita lupakan. Sering kali kita menganggap bahwa memahami eksistensi orang lain itu berbanding terbalik dengan upaya memahami diri sendiri. Hal ini kemudian memunculkan logika biner dalam benak kita ketika melihat tiap fakta yang terjadi. Logika biner inilah yang kemudian mengantarkan kita pada upaya mengkomparasi keberhasilan tersebut dengan keberhasilan kita. Lalu yang terjadi adalah munculnya pola pikir ahistoris atas keberhasilan tersebut, sehingga kita tidak lagi obyektif mengulas tiap poin prestasi itu sendiri, namun lebih melihat pada apa kelemahan atasnya.

Sebenarnya, mengerti akan orang lain itu berbanding lurus dengan mengerti pada diri sendiri. Upaya mendengarkan, melihat, mengukur, dan mengkritisi diri sendiri itu berbanding lurus dengan mendengarkan, melihat, mengukur dan mengkritisi orang lain. Mana yang lebih mudah? Tentu jawaban pertanyaan ini menjadi sangat relatif.

Mungkin jawaban umum akan mengatakan bahwa mengkritik orang lain seharusnya lebih mudah dibanding mengkritik diri sendiri. Sama juga dengan menelanjangi kesalahan orang itu lebih mudah daripada mengakui kesalahan diri sendiri. Jika memang jawaban ini yang kita sepakati, maka mengapa kita juga sulit menghargai orang lain. Apakah kritikan, penilaian, penghargaan, dan pujian atas orang lain itu berbeda? Tidak, kesemuanya adalah wujud eksternalisasi diri atas segala sesuatu di luar diri itu sendiri.

Jika kita mudah menyalahkan, seharusnya kita juga mudah membenarkan. Jika ingin didengar, maka dengarkanlah. Jika ingin berkata, biarkanlah mereka juga berkata. Kita hanya perlu belajar obyektif atas sesuatu. Maka yang harus kita pahami adalah bahwa semakin serius upaya melihat keluar, berarti semakin serius pula kita melihat kedalam. Makin tajam kita melakukan eksternalisasi, maka makin tajam pula kita lakukan internalisasi.

Belajar obyektif dalam melihat diri sendiri dan orang lain inilah yang saya rasakan sangat berat ketika belajar dengan sahabat-sahabat saya di bulan April 2010. Mereka mungkin juga memikirkan hal sama, atau tidak terpikir sama sekali.

Yang terpenting selama bulan itu, saya dan beberapa sahabat lain berupaya untuk memberi tanpa harus meminta. Mendengar tanpa harus berbicara dulu. Mengkritisi diri sebelum mengkritik orang lain. “Membengkeli” diri tanpa “mengendarai” orang lain. Bekerja tanpa berharap akan upah. Belajar tanpa menunggu orang lain belajar. Syukur bila orang lain ikut belajar.


Sumber : http://chabib.sunan-ampel.ac.id/?p=258

Baca Selengkapnya...

5.22.2010

Oh, "Kirain" Kantor DPR Itu di Kebon Sirih...

Perhatian banyak orang terhadap artis yang masuk dunia politik semakin menjadi-jadi ketika penyanyi dan pesinetron Yulia Rahmawati, yang akrab dipanggil Julia Perez atau Keke atau Jupe, memutuskan maju dalam pemilihan kepada daerah Kabupaten Pacitan, Desember 2010. Pacitan adalah tanah kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Coba kita lihat sedikit kegiatan Jupe di Pacitan. Sebelumnya, perlu juga melihat para artis lain ketika mereka berusaha masuk ke dunia politik lewat lembaga legislatif atau DPR. Tanggal 26 Agustus sampai 12 Oktober 2008, lembaga riset Charta Politika yang didirikan pengamat politik Bima Arya Sugiarto mengadakan pelatihan untuk para artis yang jadi calon legislatif di Kebayoran Baru, Jakarta.



Para artis itu, antara lain, adalah Mandra, Ikang Fawzi, Adrian Maulana, Ita Mustafa, Wulan Guritno, Maylaffayza, dan Henidar Amroe.

Bima Arya, doktor bidang Ilmu Filsafat Politik lulusan Australian National University, Canberra, Australia, tahun 2006, banyak bersaksi tentang gerak-gerik para artis ini selama pelatihan. ”Mandra sangat serius dan betul-betul belajar dari para pelatihnya,” ujar Bima Arya.

Menyaksikan Mandra sedang mendengarkan uraian politik dengan wajah serius? Coba bayangkan itu.

Ikang Fawzi, kata Bima, sering membantu rekan-rekan artis lainnya yang kesulitan memahami uraian dari pelatih. ”Pokoknya mereka ini sangat kompak dan saling menolong. Mereka punya keinginan sama, ingin memperlihatkan kepada masyarakat, artis pun mampu jadi wakil atau pemimpin di bidang politik dan bernegara,” ujar Bima.

Namun, ada seorang artis yang sempat bertanya, ”Kantor DPR itu di mana?” Ketika dijawab di Senayan, sang artis sempat berujar, ”Oh, kirain di Kebon Sirih.”

Ada pula artis yang berjanji kepada pelatihnya untuk menjaga citra dan penampilan publiknya. Beberapa jam setelah berjanji, muncul berita artis bersangkutan memukul orang di sebuah tempat parkir di Jakarta.

Rieke dan Nurul

Menurut penelitian dari Charta Politika, April 2010, para artis di DPR yang banyak diliput media massa karena melakukan fungsinya sebagai anggota DPR, antara lain, adalah Nurul Arifin (Partai Golkar) serta Rieke Diah Pitaloka dan Dedy Suwandi Gumelar atau Miing (PDI Perjuangan).

Dalam tayangan sinetron, Rieke Diah Pitaloka tampil sebagai tokoh ”jenaka yang lugu”, tetapi sebagai anggota DPR dia orang sangat serius. Dia disiplin terhadap bidang yang dia geluti. Ketika ditanya tentang soal penampilan para artis di DPR dan lembaga eksekutif, Rieke mengatakan, ”Maaf, kalau soal itu, saya tidak bisa.”

”Kalau soal sistem jaminan sosial atau soal MOU Indonesia-Malaysia saya bersedia, sesuai wilayah politik saya di Komisi IX,” ujar Rieke yang tinggal di wilayah Kukusan, Depok, Jawa Barat. Rieke yang pernah menjadi aktivis demokrasi juga rajin menulis artikel di berbagai surat kabar.

Nurul Arifin—yang sering difungsikan sebagai juru kampanye untuk para calon bupati atau wali kota dari Partai Golkar di berbagai tempat di Indonesia—sering menyatakan keprihatinannya tentang kritik yang disampaikan kepada artis di DPR. ”Cukup parah kritik terhadap para artis yang duduk di DPR. Beberapa di antara mereka tidak pernah memberikan hasil pikirannya atau tidak pernah bicara dalam rapat komisi sampai hari ini. Kesalahan terbesar dalam soal ini ada di partai politik. Ini menyangkut soal perekrutannya. Jadi, kesalahan bukan hanya di artisnya,” tutur Nurul.

Jupe di Pacitan

Jupe lahir di Jakarta, 15 Juli 1980. Bapaknya orang Betawi, sedangkan ibunya berdarah campuran Madiun-Garut. Sabtu 24 April 2010, Jupe melakukan perjalanan darat dari Solo (Jawa Tengah) ke Pacitan. Ini merupakan kali pertama Jupe menginjakkan kaki di wilayah barat Jawa Timur itu.

Menurut Ketua DPC Partai Hanura Pacitan Sutikno, Julia Perez dan rombongan sengaja memilih rute penerbangan Jakarta-Solo dibandingkan dengan Jakarta-Surabaya karena lebih dekat mencapai Pacitan. Kedatangan Jupe ke Pacitan terkait erat dengan rencana pencalonan dirinya sebagai bakal calon wakil bupati periode 2010-2015. Proses pencalonan Jupe saat ini masih tahap penjaringan di tingkat partai politik pengusung, yakni Partai Hanura.

Dengan pengawalan mobil patroli polisi, Jupe mendatangi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fattah di Desa Kikil, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan. Lokasinya sekitar 20 kilometer dari alun-alun Pacitan.

Jupe mengenakan kerudung warna hitam dipadu dengan blus lengan panjang abu-abu dan celana ketat memanjang di bawah lutut. Sepatunya hak tinggi, kesukaan Jupe. Ia disambut ratusan santriwati. Tampak ratusan penduduk sekitar menonton dari kejauhan.

Di pesantren ini, Jupe bertemu dengan KH Mohamad Burhanudin, pengasuh Ponpes Al Fattah. Burhanudin mengatakan, Jupe menguasai bahasa Perancis, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda. ”Mudah-mudahan nanti karena masuk pesantren, bisa bahasa Arab,” ujarnya.

Jupe mengatakan, sebelumnya ia pernah belajar bahasa Arab dan lulusan pesantren.

Setelah berdialog dengan para santriwati dan mengucapkan beberapa kalimat dalam tiga bahasa yang dikuasainya, Jupe menemui Bupati Pacitan Sujono. Tentang Pacitan, Jupe mengatakan, pantainya indah, memiliki ombak luar biasa, sangat layak untuk bermain selancar dan berjanji mempromosikan ke luar negeri.

Ada lagi cerita tentang Ratih Sanggarwati asal Ngawi, Jawa Timur. Peragawati kondang tahun 1980-an ini belum berhasil menduduki kursi DPR (Pemilu 2009) dan kursi bupati Ngawi (Pilkada 12 Mei 2010). Dia adalah calon bupati Ngawi terkaya dengan harta kekayaan Rp 5,3 miliar. ”Ya, habis uang saya, tetapi enggak apa-apa. Itu bisa dicari,” ujarnya.

Penuh cita-cita di dalam dirinya, Ratih antara lain ingin membuat banyak orang Ngawi tidak miskin dan memberantas korupsi. Untuk jadi PNS, harus bayar Rp 100 juta-Rp 150 juta.

”Daripada tidak mencoba, saya akan menyesal selama 20 tahun. Dalam peperangan, mati hanya satu kali; dalam perjuangan politik, mati bisa berkali-kali,” kata Ratih Sanggarwati.

Ratih tampaknya memang pantang menyerah. Siapa takut?

Kompas, Jumat, 21 Mei 2010

(OSD/NIK/JOS/NMP)

Baca Selengkapnya...

5.19.2010

Membina Moral

Linda dan Richard Eyre (1993) dalam bukunya yang berjudul “Mengajarkan Nilai-Nilai Kepada Anak” tentang 12 macam nilai moral yang perlu ditanamkan kepada anak. Nilai-nilai adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, percaya diri, disiplin diri, dan sikap tahu batas, kemurnian, kesetiaan/dapat dipercaya, respek/hormat, cinta/kasih sayang, tidak egois/kepekaan, baik hati, dan keadilan/belas kasihan.

Dari ke-12 nilai yang telah disebutkan, menurut Eyre setengah yang pertama disebut sebagai “nilai nurani” (values of being) karena nilai-nilai ini bermula dari berkembangnya kualitas atau sikap dalam diri kita yang menentukan perilaku dan cara kita memperlakukan orang lain, sedangkan setengah yang terakhir disebut dengan “nilai memberi” (values of giving) karena bermula ketika kita memberikan kepada orang lain dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap jawaban siapakah kita.
Meski digolongkan keduanya saling bertemu, tumpang tindih, dan mewarnai satu sama lain. Nilai nurani diberikan sebanyak yang diterima. Bisa dipraktekkan “keluar”, tetapi bisa juga dikembangkan ke “dalam”.
Sementara itu, nilai-nilai memberi akan diterima sebanyak yang diberikan dan berkembang begitu diparkatekkan. Jadi, memberi dan menerima, berkembang dan membantu perkembangan anak, dengan cepat akan berpadu menjadi satu. Pada waktu kita mempraktekkan rasa sayang dan hormat kepada diri sendiri dan membangun nilai-nilai itu ke dalam diri kita, kita sekaligus menularkan disiplin atau kesabaran kepada anak kita melalui teladan.

Membangun Moral
Menurut Eyre, memberikan contoh adalah guru yang terbaik, hal-hal yang kita perbuat selalu berdampak lebih luas, jelas, dan berpengaruh daripada yang kita katakan. Jadi, apabila kita tidak ingin anak berdusta, kita harus memberikan contoh dengan menampilkan perilaku jujur. Agar anak tidak mem-bully teman sekolahnya.
Bermain peran dan berbagai permainan kata akan bermanfaat karena memungkinkan anak menempatkan diri dalam suatu situasi, melihat dampak dan hubungan sebab akibat dari berbagai pilihan tingkah laku. Menghafalkan peribahasa dan membahas suatu cerita moral akan berguna untuk menanamkan nilai moral.
Diskusi tentang konsep membuat anak dapat bicara tentang istilah moral sesuai dengan usia mereka, sementara orang tua membantu mengembangkan minat dan kemampuan anak untuk berbicara secara serius dengan orang deawas. Terdapat hubunagan erat antara perilaku moral anak dan banykanya waktu yang digunakan untuk berbicang dengan orang tua/guru. Apabila sering interaksi, nilai kita secara perlahan tapi pasti akan menular kepada anak.
Pengakuan atas perilaku positif dan pengabdian atas perilaku negatif terbukati lebih efektif dalam mengembangkan nilai moral. Orang tua/guru lebih sering memerhatikan perilaku negatif, sedangkan yang posotif terabaikan karena dianggap sudah semestinya dilakukan. Padahal, pemberian penghargaan dan ganjaran apabila digabung dengan pujian akan menjadi cara yang berdaya guna untuk mendukung perilaku yang bermoral. Anak juga perlu mendapat kesempatan untuk memperbaiki kesalahan.
Cara terbaik tetap dengan memberikan ganjaran/hadiah apabila anak berperilaku sesuai nilai moral. Meski anak memerlukan disiplin, hal ini akan menjadi masalah serius bagi anak yang lebih besar. Penggunaan secara berkelanjutan teknik-teknik disiplin yang efektif ketika anak masih kecil ternyata cenderung menyebabkan kebencian kepada anak yang sudah lebih besar. Artinya, pemberian disiplin juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan seorang anak.
Cara yang efektif bagi semua orang untuk mengawasi tingkah lakunya sendiri adalah melalui pengembangan hati nurani. Ia harus termotivasi untuk bertindak sesuai dengan standar moral kelompok. Seseorang akan merasa bersalah apabila sadar bahwa tindakannya tidak memenuhi harapan sosial kelompoknya, sedangkan rasa malu timbul hanya jika ia sadar akan penilaian buruk kelompok terhadap tindakannya itu.
Baca Selengkapnya...

5.18.2010

Suara Ibu Senyaman Pelukan

Kehadiran Ibu memberikan kenyamanan meskipun dari jarak jauh. Penelitian baru dipublikasikan di jurnal Proceeding of the Royal Society B menunjukkan, mendengar suara singkat ibu melalui telpon di tempat kerja sama baiknya seperti menenangkan urat saraf anak-anak yang stres dengan cara meletakkan di pundak.

Efek tenang seperti itu karena lepasnya hormon oxytocin di dalam otak. “Hormon cinta” itu dikenal menghilangkan stres karena ada ikatan sosial, termasuk yang terjadi antara ibu dan anak. Leslie Seltzer, antropolog biologi dari universitas Wiconsin-Madison, mengatakan, dari penelitian baru jelas bahwa suara ibu memiliki efek yang sama seperti pelukan. Penelitian pada 61 anak perempuan berusia 7-12 tahun, yang diperhadapkan dengan tes pidato dan pemecahan soal-soal matematika secara mendadak, mengirimkan debar jantung dan kadar hormon cortisol, hormon yang berhubungan dengan stres. Ketika stres, sepertiga anak-anak nyaman dipeluk ibu mereka. Sisanya bertelepon dengan ibu. Anak-anak yang berinteraksi dengan ibu mereka secara langsung memiliki respon kadar hormon yang sama jika mereka berinteaksi lewat telpon.....

Terima kasih untuk cucuran keringatmu,
Disaat kau mengantarku ke dokter,
Disaat kau mencarikan baju untukku

Terima kasih untuk...
Tetap menyayangiku meskipun aku slalu mengecewakanmu
Tetap sabar dalam menghadapiku
Tetap bilang aku baik disaat aku tak patut
menerima pujianmu
Kepercayaanmu bahwa aku mandiri
Membantu memecahkan persoalan ku
Disaat beban masalahmu lebih berat dan lebih pelik
Kelembutan yang tersimpan dibalik keperkasaanmu
Slalu tawakal dalam menghadapi masalah
Tetap kuat, tegar dalam menjalani hidup ini
Kebebasan yang kau beri atas setiap pilihan dalam
hidupku

Dan yang paling istimewa adalah ...
Terima kasih untuk susah payahmu melahirkanku ke
dunia ini.

Kompas, Minggu, 16 Mei 2010

http://pideung-puisi.blogspot.com

Baca Selengkapnya...

5.13.2010

Sisi Lain Istana

Nama dan Peristiwa Mei 1998-2010
Sisi Lain Istana Presiden

Minggu, 3 Mei 1998, Presiden Soeharto dan Wakil Presiden BJ Habibie menjenguk mantan Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Jenderal (Purn) Soemito Sastrodihardjo yang mengalami stroke dan dirawat di Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta Pusat. Soemitro Sastrodihardjo meninggal pada 10 Mei 1998 dalam usia 71 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, ketika Soeharto berada di Kairo, Mesir.

Senin, 4 Mei, di Bina Graha, diumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL). Sejumlah anggota DPR menolak kenaikan itu. Hari itu juga, Soeharto menghadri acara pertanggungjawaban Ketua Umum Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC) Hutomo Mandala Putra alias Tommy kepada Menteri perindustrian dan Perdagangan Mohamad Hasan alias Bob Hasan. Beberapa hari kemudian, BPPC dibubarkan. “Ingat BPPC, jadi ingat si artis canti itu’, komentar anggota DPR dari Partai Golkar, Nurul Arifin, pekan lalu.

Hari Senin, 4 Mei itu, di Bina Graha, seusai diterima Soearto, Menhakam/Pangab Jenderal Wiranto mengatakan, ABRI akan menindak tegas aksi mahasiswa yang dilakukan di luar kampus. Ketika itu aksi unjuk rasa para mahasiswa merebak di berbagai tempat di Indonesia. Mereka menyerukan Reformasi. Para mahasiswa juga menyerukan diselenggarakan Sidng Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Sabtu, 9 Mei, Soeharto terbang ke Kairo. Sebelum terbang, ia sempat menjelaskan tentang kenaikan harga BBM dan listrik. Sempat pula ia mengkritik pers yang dianggap memperkeruh suasana. Penjual Donat dan para wartwan yang tidak ikut ke Kairo di Bandar Halim Perdanakusuma, Jakarta, sempat berkata kepada para wartawan yang ikut ke Kairo, “Wah, ini dia para calon menteri Penerangan pemerintahan di pengasingan”.

Sabtu itu juga, Wakil Presiden BJ Habibie di Halim Perdanakusuma menanggapi seruan dari berbgai pihak agar diadakan Sidang Istimewa MPR. “Seruan tersebut melecehkan demokrasi dan rakyat”, ujar Habibie saat itu.

Ketika seruan reformasi dikumandangkan saat itu, Habibie memilih diadakan evolusi yang dipercepat, bukan reformasi. Sabtu sore waktu Kairo, rombongan Presiden Soeharto tiba di Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Kelompok 15 (G-15).

Pada 13 Mei, Soeharto bertemu masyarakat Indonesia di Kedutaan Besar Indonesia di Kairo. Ucapan Soeharto di sini menjadi berita utama Kompas dengan judul, “Bila Rakyat Tidak Menghendaki, Presiden Siap Mundur”.

Jum’at (15/5) subuh, Soeharto dan rombongan tiba kembali di Jakarta. Beberapa hari kemudian, Soeharto lengser dan BJ Habibie menjadi Presiden ke-3.

Hari Jum’at, 21 Mei 1999, BJ Habibie merayakan ulang tahun pertama menjadi Presiden dengan memotong tumpeng nasi kuning di Lantai III Wisma Negara, Komplek Istana, Jakarta.

Catatan menarik bulan Mei di Istana tahun 2000, yakni Senin 8 Mei 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengatakan, ada semacam gerakan untuk menjatuhkan dirinya dalam Sidang Umum MPR, Agustus 2000.

Cuplikan berbgai catatan menarik Mei tahun 2010, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan Informasi Haru Lelono bersama Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dan para pejabat pemerintah lainnya bermain ketoprak di Gedung Kesenian Jakarta, Jum’at 7 Mei 2010.


(J OSDAR, Kompas Selasa 11 Mei 2010, hal 2)
Baca Selengkapnya...

5.06.2010

Data Siswa Program Pengetahuan Sosial

DATA NILAI SISWA MAN Tambakberas
SEMSESTER GENAP Kelas XI 2010
PROGRAM IPS

Rekapitulasi Nilai Raport dan Sertifikasi SEMENTARA,
FINAL menunggu hasil UKK semester Genap



Baca Selengkapnya...

Data Siswa Program Pengetahuan Alam

DATA NILAI SISWA MAN Tambakberas
SEMSESTER GENAP Kelas XI 2010
PROGRAM IPA

Rekapitulasi Nilai Raport dan Sertifikasi SEMENTARA,
FINAL menunggu hasil UKK semester Genap

Baca Selengkapnya...

Data Siswa Program Bahasa

DATA NILAI SISWA MAN Tambakberas
SEMSESTER GENAP Kelas XI 2010
PROGRAM BAHASA

Rekapitulasi Nilai Raport dan Sertifikasi SEMENTARA,
FINAL menunggu hasil UKK semester Genap


Baca Selengkapnya...

Data Siswa Program Agama

DATA NILAI SISWA MAN Tambakberas
SEMSESTER GENAP Kelas XI 2010
PROGRAM AGAMA

Rekapitulasi Nilai Raport dan Sertifikasi SEMENTARA,
FINAL menunggu hasil UKK semester Genap

Baca Selengkapnya...

4.25.2010

Pengumuman UN 2010

PENGUMUMAN UJIAN NASIONAL 2010
MAN TAMBAKBERAS JOMBANG

PROGRAM BAHASA


PROGRAM IPA


PROGRAM IPS


PROGRAM AGAMA


Baca Selengkapnya...
 

Kunjungan

Aktifitas

Uzy Ibni Muhammad Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template